Minggu, 26 Maret 2017

Tugas BIP

Kalimat Majemuk Setara

  •          Penggabungan

          Memulai gaya hidup sehat dengan mengurangi konsumsi mie instan dan rajin berolahraga

  • ·         Pertentangan

         Mie instan mengandung banyak karbohidrat dan lemak akan tetapi mie instan mengandung sedikit vitamin dan protein
  • ·         Pemilihan

        Agar mie instan lebih bergizi kita bisa menambahkan sayuran atau telur pada penyajiannya
  • ·         Penguatan

      Indonesia termasuk negara dengan konsumen mie instan tertinggi bahkan ketika ada bencana alam mie instan adalah bahan makanan yang pasti ada

Kalimat Majemuk Bertingkat

  • ·         Waktu

         Masyarakat Indonesia saat ini sudah terbiasa dengan menjamurnya mie instan di sekitar mereka
  • ·         Sebab

          Hipertensi dan gula darah tinggi dapat terjadi karena mengkonsumsi mie instan berlebihan
  • ·         Akibat

         Mengkonsumsi mie instan secara rutin akan berdampak buruk bagi kesehatan tubuh kita maka sebaiknya hindari mengkonsumsi mie instan dalam jangka waktu panjang
  • ·         Syarat

        Mengkonsumsi mie instan tidak akan jadi masalah apabila kita dapat mengatur jangka waktu ketika mengkonsumsinya
  • ·         Perlawanan

       Masyarakat Indonesia kini banyak yang beralih bahan pangan dari beras kepada olahan tepung terigu yaitu mie instan meskipun begitu pemerintah belum memberikan perhatian khusus pada hal ini
  • ·         Pengandaian

       Obesitas pada anak-anak yang disebabkan oleh mie instan tidak akan merambat seandainya setiap orang tua cerdas dalam memilih makanan
  • ·         Tujuan

       Masyarakat Indonesia seharusnya membudayakan memasak makanan olahan sendiri dan tidak lagi bergantung pada mie instan agar dapat menciptakan generasi yang sehat
  • ·         Perbandingan

      Melonjak naiknya peringkat Indonesia sebagai negara dengan tingkat konsumsi mie instan yang tinggi ibarat sindiran bagi pemerintah yang tutup mata akan kesehatan rakyatnya
  • ·         Pembatasan
     Sebaiknya kurangi konsumsi mie instan berlebih kecuali anda mau mengalami gangguan kesehatan


Rabu, 22 Maret 2017

Tugas

Kata : Mie instan
Frasa : Mahasiswa gencar konsumsi mie instan
Hipotesa : Maraknya konsumsi mie instan berdampak buruk bagi kinerja otak mahasiswa
Data :

Lima belas tahun yang lalu sebelum meningkatnya konsumsi mie instan seperti saat ini,nasi adalah makanan pokok utama bagi setiap orang.Terutama mahasiswa,yang membutuhkan tenaga dari karbohidrat agar memperlancar segala aktivitas harian dan perkuliahan yang cenderung padat serta asupan gizi agar dapat meningkatkan kinerja otak.
Dulu ketika pergi ke kantin biasanya mahasiswa memesan makanan yang dapat mengenyangkan dan bergizi seperti nasi kuning,soto,nasi padang,pecel dan lain-lain.
Namun sekarang,mie adalah pengganti nasi yang paling dicari bahkan banyak mahasiwa yang mengkonsumsi mie berlebihan.Alasannya karena fokus pada tugas dan malas untuk memasak nasi dan lauk yang memakan waktu lama.Sebaliknya,pengolahan mie yang tidak perlu berlama-lama dan rasanya yang enak menjadi santapan favorit bagi mahasiswa.
Padahal jika diteliti lebih dalam konsumsi mie instan dalam jangka waktu lama dan sering dapat menimbulkan berbagai macam penyakit dan mengganggu kinerja otak.Dimana ini akan berdampak buruk bagi kesehatan dan proses belajar mahasiswa.

Kamis, 16 Maret 2017

Tugas 3 Bahasa Indonesia Profesi NIM 072

Kata : Mie instan

Frasa : Sering mengkonsumsi mie instan

Hipotesa : Meningkatnya konsumsi mie instan di kalangan mahasiswa UMM

Data :
Berdasarkan hasil survei yang saya lakukan kepada 25 mahasiswa dengan media kuisioner ,100 % dari mereka pernah mengkonsumsi mie instan,terutama mie instan jenis indomie.Dan 37,5 % dari mereka berpendapat mereka menyukai mie instan dikarenakan cara pembuatannya yang mudah.Dan 79,2 % dari mereka dapat mengkonsumsi mie instan 1-5 kali dalam seminggu.Serta 100% dari mereka mengetahui bahaya mengkonsumsi mie instan dalam jumlah besar.

Kamis, 02 Maret 2017

Tugas 2 Bahasa Indonesia Profesi NIM 072

Pelajaran mengarang sudah dimulai.
Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati.
Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang ditulisnya di papan putih. Judul pertama “Keluarga Kami yang Berbahagia”. Judul kedua “Liburan ke Rumah Nenek”. Judul ketiga “Ibu”.
Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar gesekan halus pada pena kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati. Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib macam apa.
Sepuluh menit segera berlalu. Tapi Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin rasanya ia lari keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya. Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”.  Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci.
Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak yang lain. Untuk judul apapaun yang ditawarkan Ibu Guru Tati, anak-anak sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami. Tapi, Sandra tidak, Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan yang semuanya tidak menyenangkan.
Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah.
“Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama,” ujar sebuah suara  dalam ingatannya, yang ingin selalu dilupakannya.
***
Lima belas menit telah berlalu. Sandra tak mengerti apa yang harus dibayangkanya tentang sebuah keluarga yang berbahagia.
“Mama, apakah Sandra punya Papa?”
“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
Apakah Sandra harus berterus terang? Tidak, ia harus mengarang. Namun ia tak punya gambaran tentang sesuatu yang pantas ditulisnya.
Dua puluh menit berlalu. Ibu Guru Tati mondar-mandir di depan kelas. Sandra mencoba berpikir tentang sesuatu yang mirip dengan “Liburan ke Rumah Nenek” dan yang masuk kedalam benaknya adalah gambar seorang wanita yang sedang berdandan dimuka cermin. Seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra.
“Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!”
Wanita itu sudah tua dan menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami. Tapi semua orang didengarnya memanggil dia Mami juga. Apakah anaknya begitu banyak? Ibunya sering menitipkan Sandra pada Mami itu kalau keluar kota berhari-hari entah ke mana.
Di tempat kerja wanita itu, meskipun gelap, Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga mendengar musik yang keras, tapi Mami itu melarangnya nonton.
“Anak siapa itu?”
“Marti.”
“Bapaknya?”
“Mana aku tahu!”
Sampai sekarang Sandra tidak mengerti. Mengapa ada sejumlah wanita duduk diruangan kaca ditonton sejumlah lelaki yang menujuk-nunjuk mereka.
“Anak kecil kok dibawa kesini, sih?”
“Ini titipan si Marti. Aku tidak mungkin meninggalkannya sendirian dirumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
Sandra masih memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung terbang dengan kepakan sayap yang anggun.
***
Tiga puluh menit lewat tanpa permisi. Sandra mencoba berpikir tentang “Ibu”. Apakah ia akan menulis tentang ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik. Seorang wanita yang selalu merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan dan kaki kanannya selalu naik keatas kursi.
Apakah wanita itu Ibuku? Ia pernah terbangun malam-malam dan melihat wanita itu menangis sendirian.
“Mama, mama, kenapa menangis, Mama?”
Wanita itu tidak menjawab, ia hanya menangis, sambil memeluk Sandra. Sampai sekarang Sandra masih mengingat kejadian itu, namun ia tak pernah bertanya-tanya lagi. Sandra tahu, setiap pertanyaan hanya akan dijawab dengan “Diam, Anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” atau “Sudah untung kamu ku kasih makan dan ku sekolahkan baik-baik. Jangan cerewet kamu, Anak Sialan!”
Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk.
“Mama kerja apa, sih?”
Sandra tak pernah lupa, betapa banyaknya kata-kata makian dalam sebuah bahasa yang bisa dilontarkan padanya karena pertanyaan seperti itu.
Tentu, tentu Sandra tahu wanita itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau ke plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali makan wanita itu selalu menatapnya dengan penuh cinta dan seprti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu melap mulut Sandra yang belepotan es krim sambil berbisik, “Sandra, Sandra …”
Kadang-kadang, sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.
“Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik, Sandra.”
“Seperti Mama?”
“Bukan, bukan seperti Mama. Jangan seperti Mama.”
Sandra selalu belajar untuk menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh. Namun wanita itu tak selalu berperilaku manis begitu. Sandra lebih sering melihatnya dalam tingkah laku yang lain. Maka, berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluaran asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat, dan pager …
Tentu saja Sandra selalu ingat apa yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu berbunyi, kalau sedang merias diri dimuka cermin, wanita itu selalu meminta Sandra memencet tombol dan membacakannya.
     
DITUNGGU DI MANDARIN
KAMAR: 505, PKL 20.00
     
Sandra tahu, setiap kali pager ini menyebut nama hotel, nomor kamar, dan sebuah jam pertemuan, ibunya akan pulang terlambat. Kadang-kadang malah tidak pulang sampai dua atau tiga hari. Kalau sudah begitu Sandra akan merasa sangat merindukan wanita itu. Tapi, begitulah , ia sudah belajar untuk tidak pernah mengungkapkanya.
***
Empat puluh menit lewat sudah.
“Yang sudah selesai boleh dikumpulkan,” kata Ibu guru Tati.
Belum ada secoret kata pun di kertas Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda. Beberapa anak yang sampai hari itu belum mempunyai persoalan yang teralalu berarti dalam hidupnya menulis dengan lancar. Bebarapa diantaranya sudah selesai dan setelah menyerahkannya segera berlari keluar kelas.
Sandra belum tahu judul apa yang harus ditulisnya.
“Kertasmu masih kosong, Sandra?” Ibu Guru Tati tiba-tiba bertanya.
Sandra tidak menjawab. Ia mulai menulis judulnya: Ibu. Tapi, begitu Ibu Guru Tati pergi, ia melamun lagi. Mama, Mama, bisiknya dalam hati. Bahkan dalam hati pun Sandra telah terbiasa hanya berbisik.
Ia  juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong ranjang. Wanita itu barangkali mengira ia masih tidur. Wanita itu barangkali mengira, karena masih tidur maka Sandra tak akan pernah mendengar suara lenguhnya yang panjang maupun yang pendek di atas ranjang. Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika dirinya terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah mendengkur keras sekali. Wanita itu tak mendengar lagi ketika dikolong ranjang Sandra berbisik tertahan-tahan “Mama, mama …” dan pipinya basah oleh air mata.
“Waktu habis, kumpulkan semua ke depan,” ujar Ibu Guru Tati.
Semua anak berdiri dan menumpuk karanganya di meja guru. Sandra menyelipkan kertas di tengah.
Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.
Ia memang belum sampai pada karangan Sandra, yang hanya berisi kalimat sepotong:
Ibuku seorang pelacur…
                
Seno Gumira Aji Darma - Palmerah, 30 November 1991
*) Dimuat di harian Kompas, 5 Januari 1992.  Terpilih sebagai Cerpen Pilihan Kompas 1993.
 Komentar saya : Mengapa ibu sandra benar-benar memperlihatkan kepada Sandra bahwa ia seorang psk?.Padahal dengan memperlihatkan ia seorang psk dapat mengganggu psikologis Sandra dan lagi Sandra dititipkan di tempat yang tidak layak bagi seorang anak SD sepertinya.Di tempat itu Sandra melihat berbagai macam hal yang tidak seharusnya ia lihat.Hal ini sangat berbahaya bagi psikologis Sandra.Seharusnya di usianya Sandra mendapatkan kasih sayang dan figur seorang ibu yang selalu ada untuknya,dia malah dihadapkan dengan kenyataan bahwa ibunya seorang psk.